Adukan bserta pengerjaan Beton
Adukan dan Pengerjaan Beton
Perlu diketahui
kekuatan beton sangat bervariasi sesuai dengan komposisi yang digunakan.
Menurut SNI 7394 -2008 tentang Tata Cara Perhitungan Harga Satuan Pekerjaan
Beton Untuk Konstruksi Bangunan Gedung.Selain komposisi teknikadukan adonan
beton juga mempengaruhi kualitas beton itu sendiri. Adukan beton dapat dilakukan
dengan beberapa 2 cara,yaitu; pengadukan manual dan pengadukan dengan molen. Cara
pengadukan beton secara manual adalah sebagai berikut;
1. Lakukan
pencampuran bahan beton di atas permukaan
yang rata (dapat berupa bak dengan dasar lantai dari papan
kayu atau dari pasangan yang diplester), ini dilakukan agar kotoran atau
tanah tidak mudah
tercampur;
2. Lakukan
pencampuran dan pengadukan di tempat terlindung atap, terlindung dari panas
matahari dan hujan;
3. Lakukan
pencampuran adonan dengan perbandinganvolume. Yang lazim digunakan di lapangan
adalah denganmembuat kotak takaran untuk perbandingan volume pasir, semen,dan
kerikil/spilt;
4. Lakukan
urutan pencampuran adukannya yaitu pasir dengan semen dahulu, yangsudah ditakar dicampur kering di dalam
bak pengaduk, lalu kerikil/spilt dituangkan dalam bak pengaduk kemudian diaduk
sampai merata. Setelah
adukan merata, tuangkan air sesuai kebutuhan, aduksampai campuran merata dan
sesuai dengan persyaratan.
Gambar 2-2
: Adukan Beton
Untuk pengadukan
menggunakan molen, prinsip dasarnya sama dengan pengadukan secara manual, hanya
proses pencampuran bahan adukan beton dilakukan di dalam molen yang terus
menerus berputar.Hasil adukan beton dengan menggunakan molen lebih baik dan
lebihmerata dibandingkan dengan proses pengadukan secara manual atau tangan.
Pengadukan beton secara manual, agar
mencapai mutu yang baik, disyaratkan sebagai berikut;
a) Lakukan
pengadukan beton dengan mesin pengaduk(molen), mesin pengaduk sebaiknya
dilengkapi dengan alat-alat yangdapat mengukur dengan tepat jumlah agregat,
semen, dan airpencampur;
b) Kontrol
kekentalan adukan beton terus menerus dengan jalan memeriksa slumppada setiap
campuran beton yang baru, besarnya slumpdijadikan petunjuk untuk menentukan
jumlah air pencampur yangtepat sesuai dengan faktor air semen yang diinginkan;
c) Lakukan
waktu pengadukan bergantung pada kapasitas molen, volume adukan, jenis dan
susunan butir agregat, dan nilai slump, secara umum, waktu pengadukan minimal
dua-tiga menit setelah semua bahan-bahan dimasukkan ke dalam molen, dan setelah
selesai, adukan beton harus memperlihatkan susunan warna yang merata.
Untuk
memperoleh hasil maksimal mutu beton, tidak kalah penting dari hal hal
yangtelah dibicarakan di atas adalah tentang pelaksanaan pengecoran beton.
Saran dalam pelaksanaan pengecoran dijelaskan sebagai berikut ini;
a) Pastikan
pengecoran beton harus dapat mengisi semua ruangan cetakandengan padat dan
dapat membungkus tulangan;
b) Lakukan
adukan beton ditusuk-tusuk dengan sepotong kayu, bambu atau besi, untuk
menghasilkan beton yang padat dan tidak keropos, selama proses pengecoran
berlangsung, dan juga bagian cetakandipukul-pukul dengan palu dari kayu, untuk
keperluan pemadatan, pada pengecoran beton dapat juga di pakai
alat penggetar (vibrator). Pemakaian alat penggetar tersebut harus dilakukan dengan hati-hati
agar tidak mengenai bajatulangan yang dapat mengubah kedudukan tulangan;
c) Lakukan
pembuatan pembatas atau mistar pengukur ketebalan untuk pengecoran lantai yang
luas, tebal lantai dapat ditentukandengan membuat mistar pengukur ketebalan
yang terbuat darikayu dan diberi kaki, bagian bawah mistar pengukur dibuat rata
dantingginya sama dengan tebal lantai yang dicor, pada waktupengecoran telah
mencapai tebalnya, mistar pengukur dapatdi pindah tempatnya;
d) Lakukan
pengecoran terus menerus sampai selesai, bila hal tersebut tidak memungkinkan,
pengecoran dapat dihentikan padatempat-tempat tertentu yang tidak membahayakan,
dengan membuat sambungan cor yang sesuai dengan persyaratan teknis.
1. Pekerjaan Pengecoran Beton
Pekerjaan
pengecoran beton, adalah kegiatan melaksanakan penuangan adukan beton menjadi
wujud bangunan. Pembentukan wujud bangunan sesuai gambar rencana, dikerjakan
dengan mengerjakan bagian bagian bangunan, untuk pekerjaan beton seperti
pembuatan pondasi, pembuatan sloof, pembuatan ring balok, lantai dan lain
sebagainya. Pembuatan beton dengan bentuk yang diinginkan, dibantu dengan
cetakan beton, atau istilah tukang disebut dengan bekisting.
Berikut ini diberikan pedoman
pelaksanaan pengecoran beton, yaitu:
1) Persiapan;
a) Lakukan
pemeriksaan posisi beton decking dan atau kaki tulangan apakah telah dapat
memberikan kepastian posisi tulangan tidak akan berubah selama dan setelah
proses pengecoran dilakukan
b) Lakukan
pemeriksaan sudut-sudut dan sambungan dari acuan beton, apakah terdapat celah
yang dapat mengakibatkan keluarnya air semen. Bila ditemukan, celah agar segera
ditutup
c) Lakukan
pemeriksaan kekokohan dari acuan beton apakah mampu menahan beban dari adukan
beton yang belum mengeras (untuk menghindarkan lendutan akibat beban adukan)
d) Sambungan,
permukaan beton lama yang nantinya berhubungan dengan hasil pengecoran harus
mempunyai permukaan kasar dan telah disapu dengan spesi adukan semen yang
sesuai dengan campuran beton baru
e) Periksa
mix design campuran beton yang akan dipergunakan, batasan proporsi takaran
campuran sesuai kebutuhan.
f)
Periksa kelayakan alat penggetar
(internal atau external vibrator)
g) Periksa
peralatan tremie atau drop bucket untuk pengecoran di bawah air
h) Periksa
kebersihan area yang akan di cor dari kotoran – kotoran yang ada
i)
Permukaan sebelah dalam acuan yang nantinya
menempel dengan beton harus dibasahi dengan air atau diolesi minyak yang tidak
meninggalkan bekas
2) Pelaksanaan Pengecoran Beton
a) Lakukan
pengecoran hanya diperbolehkan pada siang hari, kecuali diizinkan dilaksanakan
pada malam hari
b)
Pengecoran tidak boleh dilakukan
pada kondisi cuaca seperti berikut
·
Hujan, air hujan langsung
mengenai area pengecoran
·
Temperature melebihi 30° C
·
Lengas nisbi dari udara kurang
dari 40%
·
Tingkat penguapan melampaui
1,0 kg/m2/jam (pengecoran masih dapat dilakukan dengan penambahan admixture yang sesuai
dengan kondisi tempat pekerjaan)
c)
Pengecoran dilakukan segera
setelah selesai pengadukan dan sebelum beton mulai mengeras
d)
Pengecoran beton harus
dilanjutkan tanpa berhenti sampai dengan sambungan konstruksi (construction
joint) yang telah disetujui sebelumnya atau sampai pekerjaan selesai. Hal ini
dimaksudkan agar tercapainya homogenitas beton secara keseluruhan untuk
menjamin sifat kedap air
e)
Jarak jatuh bebas ke dalam
cetakan harus pada ketinggian kurang dari 150 cm, apabila melebihi dapat
menyebabkan segregasi spesi beton. Serta tidak diperkenankan menimbun beton
dalam jumlah banyak di suatu tempat dengan maksud untuk kemudian meratakannya
sepanjang acuan
f)
Lakukan slump test (test
kekentalan adukan beton) selama pelaksanaan pengecoran untuk menjamin agar
nilai air semen tetap sesuai dengan mix design
g)
Lakukan pemadatan dengan
menggunakan alat penggetar (internal atau external vibrator). Hal ini dilakukan
agar semua sudut-sudut terisi , sela-sela di antara dan di sekeliling tulangan
terpenuhi tanpa menggeser kedudukan tulangan tersebut membuat agar permukaan
menjadi rata dan halus, mengeluarkan gelembung-gelembung udara dan mengisi
semua rongga. Cacat beton yang bisa ditimbulkan
dari hal ini adalah terbentuknya sangkar kerikil.
3)
Perawatan Beton
Perawatan
beton adalah pekerjaan menjaga agar mutu beton yang dihasilkan baik,
dengan menjaga permukaan beton segar selalu
lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras.
Kelembaban permukaan beton itu harus dijaga untuk menjamin proses hidrasi
semen berlangsung dengan sempurna. Kelembaban permukaan beton menambah beton lebih tahan cuaca, dan lebih kedap
air. Setelah
dilakukan pengecoran, langkah yang baik agar mutu beton terjamin, seperti
membasahai permukaan beton sebelum pembongkaran bekisting, menutup permukaan
beton bila hujan daang. Selanjutnya beberapa cara
perawatan beton yang biasa dilakukan dan untuk dapat dipedomani,antara
lain yaitu;
a1) Lakukan
perawatan setelah beton mulai mengeras dengan menyelimutinya dengan bahan yang
dapat menyerap air. Lembaran bahan harus dibuat jenuh
dalam waktu paling sedikit 3 hari. Perawatan beton juga dapat dilakukan dengan
uap ataupun secara chemical.
b2) Apabila
digunakan acuan kayu, acuan tersebut harus dipertahankan basah pada setiap saat
sampai dibongkar.
c3) Lalu
lintas ataupun penambahan beban selain beban sendiri tidak diperkenankan sampai
beton berumur 7 hari setelah pelaksanaan pengecoran.
d4) Pada
lantai beton yang difungsikan sebagai lantai aus harus dirawat setelah
permukaannya mulai mengeras dengan cara ditutup oleh lapisan lembab setebal 5
cm paling sedikit 21 hari.
Waktu pembongkaran biasanya
28 hari setelah selesai pengecoran, setelah masa waktu itu barulah dikatakan beton itu
kering atau masak.
Pada bagian-bagian konstruksi di mana akibat pembongkaran cetakan dan bekisting akan
bekerja beban-beban yang lebih tinggi daripada beban rencana, maka cetakan dan
bekisting dari bagianbagian konstruksi itu tidak boleh dibongkar selama keadaan
tersebut tetap berlangsung. Kemudian bagian-bagian konstruksi yang keropos
harus segera diperbaiki dengan melakukan penambalan. Selama 24 jam sesudah
selesai dicor, beton harus dilindungi terhadap pengaruh hujan lebat, air
mengalir, getaran. Selama duabelas hari setelah dicor harus dilindungi terhadap
panas matahari. Cara
perlindungannya adalah dengan menutup permukaan beton, menggunakan pasir basah,
menutup dengan karung-karung basah, atau menyirami dengan air secara periodik.
Langkah selanjutnya adalah,
melakukan evaluasi terhadap pengecoran beton, dimana kegiatan ini adalah pasca
pengecoan, yang fungsinya memeriksa hasil pengecoran yang dilakukan. Beberap
pedoman daan langkah yang dapat dilakukan sebagai evaluasi pengeoran, yaitu;
a)
Periksa permukaan beton hasil
pengecoran, hasil pengamatan dan penyebabnya, perhatikan kondisi beton,
seperti;
·
Perhatikan adanya retak
·
Pori besar,akibat bahan
(batu,kayu, dll)
·
Permukaan berpasir
b)
Tes uji sampel beton dilakukan
untuk setiap mutu beton dan untuk setiap jenis komponen struktur yang dicor
terpisah pada tiap hari pengecoran. Setiap pengujian minimum harus mencakup
empat benda uji, dengan maksud sebagai berikut :
a)
Benda uji pertama di uji/test
pembebanan kuat tekan sesudah 3 hari
b)
Benda uji kedua di uji/test
pembebanan kuat tekan sesudah 7 hari
c)
Benda uji ketiga di uji/test
pembebanan kuat tekan sesudah 14 hari
d)
Benda uji keempat di uji/test
pembebanan kuat tekan sesudah 28 hari
Sampling Beton dan Pengujian
Peraturan
tentang desain dan persyaratan mengenai pelaksanaan konstruksi beton bertulang
di Indonesia, sampai saat ini yang masih menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan
adalah 2 peraturan,yaitu:
- peraturan lama : PBI 1971 N.I.-2
- peraturan baru : SNI 03-2847-2002
Secara
resmi, begitu peraturan baru disahkan, maka peraturan lama tidak berlaku
lagi namun karena proses pelengkapan SNI
pendukung untuk peraturan baru SNI 03-2847-2002 masih terus dilakukan maka
kondisi saat ini PBI 1971 N.I.-2 belum sepenuhnya ditinggalkan.
Jumlah
dan frekuensi pembuatan benda uji
|
|
PBI 1971 N.I.-2
|
SNI
03-2847-2002
|
1) Jumlah minimum benda uji per hari
pelaksanaan pengecoran = 1 benda uji
2) Pada saat awal pelaksanaan sampai
terkumpulnya 20 benda uji = 1 benda uji per 3 m3
3) Setelah terkumpulnya 20 benda uji
pertama :
Apabila volume pengecoran sangat kecil sehingga tidak
memungkinkan membuat 20 benda uji, maka pembuatan benda uji boleh kurang dari
20 buah, namun harus menjamin keterwakilan secara keseluruhan beton yang
digunakan (dalam interval jumlah pengecoran yang sama)
Ketentuan di atas berlaku untuk
tiap mutu beton yang digunakan dalam satu proyek, tidak boleh dicampur atau
disatukan jumlah benda uji untuk mutu beton yang berbeda
|
1)
Jumlah minimum benda uji per hari
pelaksanaan pengecoran = 1 benda uji
2)
Frekuensi pembuatan benda uji,
diambil kondisi yang paling dulu dipenuhi :
Jumlah total benda uji minimum = 5 buah per mutu beton Jika dari frekuensi pembuatan benda uji yang diatur di atas menghasilkan jumlah benda uji kurang dari 5 buah, maka harus dilakukan randomisasi dengan interval volume pengujian yang sama, supaya diperoleh minimal sejumlah 5 buah benda uji Toleransi untuk jumlah total pengecoran kurang dari 40 m3, diperbolehkan tidak dilakukan sampling dan pembuatan benda uji, jika dapat dijamin dan bukti terpenuhinya kuat tekan diserahkan dan disetujui oleh Pengawas.
Ketentuan di atas berlaku untuk tiap mutu beton yang
digunakan dalam satu proyek, tidak boleh dicampur atau disatukan jumlah benda
uji untuk mutu beton yang berbeda
|
Pasangan benda uji
Satu uji kuat tekan harus merupakan
nilai kuat tekan rata-rata dari 2 (dua) contoh uji silinder yang berasal dari
adukan beton yang sama dan diuji pada umur beton 28 hari atau pada umur uji
yang ditetapkan untuk penentuan fc' (kuat
tekan beton yang disyaratkan) [pasal 7.6 butir 2.4 SNI 03-2847-2002]
Tindakan jika mutu beton tidak
memenuhi syarat
Tindakan yang diambil jika terjadi
hasil evaluasi menunjukkan mutu beton tidak memenuhi syarat :
·
analisis untuk menjamin bahwa
tahanan struktur dalam memikul beban masih dalam batas aman (analisa kemampuan beban layan aktual)
·
jika analisis menunjukkan bahwa
struktur berkurang kekuatannya secara signifikan, dilakukan uji contoh beton
inti (coring) pada lokasi yang
bermasalah, sebanyak minimal 3 contoh uji beton inti pada tiap nilai yang
bermasalah
Penerimaan mutu beton dari pengujian
beton inti (coring),dianggap memenuhi
syarat jika:
·
tidak ada
nilai hasil pengujian dengan beton inti yang kurang dari (75% fc’)
·
tidak ada
nilai kuat tekan rata-rata dari 3 (tiga) sample beton inti yang kurang dari
(85% fc’)
Jika dari hasil pengujian beton inti (coring) masih tidak memenuhi syarat, maka langkah yang bisa dilakukan :
·
dilaksanakan uji beban jika diperintahkan oleh
Pengawas atau Perencana, yang diatur dalam pasal 22 SNI 03-2847-2002
·
ditambah
perkuatan pada struktur yang bermasalah,
jika memungkinkan dan diijinkan oleh Pengawas
·
struktur yang bermasalah dibongkar dan dicor ulang
SNI tidak merekomendasikan pengujian dengan hammer test - namun juga tidak melarang dilakukannya pengujian hammer test
2.
Pekerjaan
Bekisting Beton
Pekerjaaan beton yang membutuhkan
bentuk, dikerjakan membutuhkan bekisting
(cetakan) dan tiang acuan (perancah) merupakan pekerjaan yang
membutuhkan ketelitian, walaupun sifatnya konstruksinya sementara. Bekisting ialah suatu konstruksi
sementara yang di dalamnya atau di atasnya dapat di stel baja tulangan dan
sebagai wadah dari adukan beton yang dicorkan sesuai dengan bentuk yang kita
dikehendaki. Cetakan beton harus dapat
menahan berat baja tulangan, adukan beton yang dicorkan, pekerja-pekerja
pengecor beton dan lain sebagainya, sampai beton mengeras, sehingga dapat
menahan berat sendiri dan sebagian dari beban kerja. Pada cetakan/bekisting
biasanya terdiri dari bidang-bidang bagian bawah dan samping, papan-papan
bagian bawah dari cetakan yang tidak terletak langsung di atas tanah harus
dipikul oleh gelagar-gelagar acuan, sedangkan gelagar acuan itu harus di dukung
oleh tiang-tiang acuan. Gelagar acuan dan tiang acuan adalah suatu konstruksi
sementara, yang gunanya untuk mendukung cetakan beton.
Gambar 2-3 : Bekisting Dari Kayu
Ada beberapa persyaratan
dalam mendesain suatu struktur, yang
harus dipenuhi dari konstuksi bekisting untuk pekerjaan beton, yaitu:
1) Kuat, yaitu
bagaimana kekuatan/kokoh material
bekisting seperti balok kayu tidak patah ketika menerima beban yang bekerja.
2) Kaku, syarat kekakuan
yaitu bagaimana meterial bekisting tidak
mengalami perubahan bentuk atau deformasi, sehingga tidak ada perubahan bentuk desain beton.
3) Stabil; Syarat tabilitas konstruksi bekisting harus
terpenuhi, dimana
balok bekisting dan tiang/perancah goyang, dan tidak
runtuh tiba-tiba akibat gaya yang bekerja.
Pekerjaan adonan beton yang
dicorkan sesuai dengan bentuk yang dikehendaki, kekokohan bekisting maupun perancah harus dapat menahan berat seluruh
beban yang diakibatkan oleh konstruksi tersebut, baik itu beban sementara dan
tetap. DI Jakarta, sering terdengar runtuhnya bangunan konstruksi beton, banyak
ahli memperkirakan hal itu terjadi kurang telitinya terhadap pernacah yang
dipasang. Bisa dibayangkan bahan bahan yang dipikul perancah, sperti besi
tulangan, adukan beton yang terdiri dari spilt, pasir semen dan air ditambah
lagi pekerja, tentu beban yang ditimbulkan ‘berat’.
Gambar 2-4 : Bekisting Dengan Gelagar
Untuk pekerjaan beton yang
akan difinishing dengan plesteran, papan acuan tidak perlu dihaluskan, tetapi
bila pekerjaan beton tidak memerlukan finishing, maka permukaan acuan harus
licin. Untuk pekerjaan tersebut biasnya digunakan acuan dari multipleks,
plywood, atau pelat baja. Papan acuan dan tiang perancah yang digunakan biasanya
dari kayu yang harganya murah dan mudah dikerjakan.Juga dapatdipergunakan
pelat-pelat baja, pelat seng bergelombang, plywood danlain sebagainya. Meskipun
acuan dan perancah dibuat dari kayu yangmurah, tetapi kayunya harus cukup baik
dan tidak boleh terlalu basah,sebab kayu yang terlalu basah akan mudah
melengkung dan pecah.Ukuran papan acuan biasanya adalah tebal 2-3 cm dan
lebarnya 15-20cm. Untuk perancah biasanya digunakan kasau 4/6 atau 5/7 cm,
namunbanyak juga yang menggunakan perancah dari bambu.Perkembangan yang terjadi
dewasa ini, banyak digunakan acuan yang telah siap rakit, papan acuan dari
pelat baja, sedang perancahnya menggunakan scaffolding frame.
Pembongkaran bekisting dan perancah dapat dilakukan dengan syarat bahwa
beton telah matang, telah melewati masa kekerasan.Cara pembongkaran
cetakan dan bekisting dilakukan sebagai
berikut, bekisting dan perancah hanya boleh dibongkar apabila bagian konstruksi
tersebut telah mencapai kekuatan yang cukup untuk memikul berat sendiri dan
beban-beban pelaksanaan yang bekerja padanya.
Gambar 2-5
: Scafolding Frame
Gambar 2-5
: Scafolding Application
Komentar
Posting Komentar